Selasa, 28 Mei 2013

Kiat Hidup Bahagia. Bagian 5

JANGAN MUDAH TERGUNCANG OLEH BAYANGAN BURUK
Di antara terapi yang paling hebat untuk penyakit syaraf hati, bahkan juga penyakit tubuh, adalah ketahanan dan kekuatan hati serta tidak mudah terguncang atau larut oleh bayang-bayang atau khayalan-khayalan buruk yang dipengaruhi oleh pikiran buruk. Karena, bila mana manusia takluk kepada khayalan-khayalan buruk dan hatinya mudah larut oleh pengaruh-pengaruh emosional yang berupa : rasa takut akan teridapnya penyakit atau semacamnya, mudah marah ataupun terganggunya pikiran oleh hal-hal yang memedihkan perasaaannya, dan membayangkan akan terjadinya bencana ataupun akan hilangnya segala yang disenanginya, kegundahan, penyakit dalam maupun luar dan rusaknya syaraf, yang hal itu mempunyai berbagai efek buruk, yang semua orang menyaksikan sendiri bahayanya yang banyak.


[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia hal 29-35, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]

Kiat Hidup Bahagia. Bagian 4

YAKINLAH, BAHWA COBAAN ITU KECIL DIBANDING BESARNYA KARUNIA.
Demikian halnya, jika ia tertimpa atau khawatir tertimpa cobaan atau hal yang tidak diinginkannya, seyogianya ia membandingkan ni’mat-ni’mat yang masih melekat padanya, baik di sisi kehidupan religi atau duniawi, dengan cobaan-cobaan yang menimpanya itu. Maka, saat membandingkan antara keduanya itu, akan nyata betapa banyaknya ni’mat yang dirasakannya dan betapa kecilnya cobaan yang menimpanya.

Begitu juga, seyogianya ia membandingkan bahaya yang dikhawatiri akan terjadinya itu dengan banyaknya peluang kemungkinan terhindar darinya. Maka, janganlah ia membiarkan kemungkinan yang lemah tadi mengalahkan banyaknya kemungkinan yang kuat itu. Dengan ini, akan sirnalah kegundahan dan kekhawatirannya. Hendaknya ia pun memperhitungkan kemungkinan terbesar yang dimungkinkan menimpanya. Lalu, ia kuatkan hatinya untuk menghadapinya kalaupun terjadi, dan berupaya untuk mencegah yang belum terjadi dan menangkis atau meringankan cobaan yang terjadi.



[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]

Kiat Hidup Bahagia. Bagian 3

MELUPAKAN COBAAN YANG TELAH LAMPAU

Diantara sarana penyebab lahirnya kegembiraan dan sirnanya berbagai kegundahan dan keruwetan adalah berupaya keras menyingkirkan penyebab kegundahan itu dan meraih berbagai sarana yang dapat membuahkan kegembiraan. Yaitu dengan melupakan cobaan-cobaan yang telah lampau yang tidak mungkin diputar ulang, dan menyadari bahwa kekalutan hati dan memikirkan hal itu adalah suatu tindakan sia-sia dan tidak dibenarkan oleh akal yang sehat, dan bahwasanya memikirkan hal yang semacam itu adalah suatu kebohongan dan kegilaan.

Jadi ia harus menekankan agar tidak memikirkan cobaan masa lalu itu. Juga agar ia menekankan hatinya agar tidak gelisah atau guncang menghadapi masa yang akan datang, yang dibayangkan akan menghadapi kemiskinan atau kekhawatiran atau bayang-bayang masa depan buruk yang lain. Hendaknya ia mengetahui, bahwa segala peristiwa dimasa mendatang, baik itu keberuntungan atau keburukan, harapan baik atau derita, adalah tidak dapat diketahui, dan bahwasanya itu semua di tangan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sedang ditangan hamba tiada lain adalah usaha meraih keberuntungan dan menangkis keburukan di masa mendatang itu. Disamping itu hendaknya seorang hamba mengetahui, jika ia memalingkan pikirannya dari bayang-bayang kegelisahan masa depan dan bertawaqal kepada Allah untuk membenahinya serta percaya penuh kepadaNya saat melakukan itu semua, niscaya hatinya akan tenteram, kondisinya akan membaik dan akan sirnalah kegundahan maupun keguncangannya itu.


[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia hal 26-29, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]

Kiat hidup bahagia. bagian 2

MASA BAHAGIA YANG PENDEK ITU, JANGANLAH ENGKAU PENDEKKAN LAGI DENGAN KEGUNDAHAN KELARUTAN DALAM KEKERUHAN PIKIRAN.

Orang yang bijak mengetahui bahwa hidupnya yang sehat dan benar adalah hidup yang penuh dengan kebahagiaan dan ketentraman, dan bahwasanya itu pendek sekali. Maka, tidaklah sepatutnya ia memendekkannya lagi dengan kegundahan dan kelarutan bersama kekeruhan pikiran. Karena, hal itu bertentangan dengan hidup sehat dan benar. Maka orang yang bijak sangat menghemat hidupnya, jangan sampai hari-harinya hilang begitu saja dirampas kegundahan dan kekeruhan pikiran.

Dalam hal ini tidak ada bedanya antara orang-orang yang taat dan orang yang jahat. Hanya saja, dalam mewujudkan kehidupan sehat bahagia ini, orang mu’min memiliki nilai lebih dan perolehan lebih di sisi manfaat duniawi maupun ukhrawi.


[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]

Kiat Hidup Bahagia, Bagian 1

BERIMAN DAN BERAMAL SHALIH DENGAN SEBENARNYA

Sarana yang paling agung yang merupakan sarana pokok dan dasar bagi tergapainya hidup bahagia ialah : beriman dan beramal shalih. Allah Azza wa Jalla berfirman:

"Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih[1], baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia beriman, maka sesungguhnya akan Kami karuniakan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka lakukan." [An-Nahl: 97]

Kepada orang yang memadukan antara iman dan amal shalih, Allah Ta’ala memberitahukan dan menjanjikan kehidupan yang baik di dunia dan pahala yang baik di dunia dan akhirat.

Sebabnya jelas. Karena, orang-orang yang beriman kepada Allah dengan iman yang benar lagi membuahkan amal shalih yang mampu memperbaiki hati, akhlak, urusan duniawi dan ukhrawi, mereka memiliki prinsip-prinsip mendasar dalam menyambut datangnya kesenangan dan kegembiraan, ataupun datangnya keguncangan, kegundahan dan kesedihan.

Mereka menyambut segala hal yang menyenangkan dan menggembirakan dengan menerima, mensyukurinya dan mempergunakannya untuk seeuatu yang bermanfaat. Jika mereka menggunakannya demikian, maka niscaya hal itu akan melahirkan nilai-nilai agung di balik kegembiraan karenanya, pendambaan kelanggengan dan keberkahannya, dan keberharapan pahala seperti pahala yang diperoleh para hamba yang bersyukur. Nilai-nilai itu, dengan setumpuk buah dan keberkahannya, justru mengungguli wujud kegembiraan-kegembiraan itu, yang itupun bagian dari buahnya.

Mereka hadapi cobaan, mara bahaya, kegundahan dan kesedihan dengan melawan apa yang mungkin dilawannya, menepis sedikit apa yang mungkin ditepis, dan bersabar terhadap apa yang harus terjadi tidak boleh tidak. Dengan demikian, dibalik cobaan cobaan itu lahirlah nilai-nilai agung berupa sikap melawan yang penuh arti, pengalaman dan kekuatan serta kesabaran dan ketulusan untuk hanya berharap pahala Ilahi. Dengan meletakkannya nilai-nilai agung itu di hati, kecillah di mata mereka aneka cobaan berat. Sedangkan yang bersemayam di hati justeru kesenangan, cita-cita mulia dan dambaan untuk menggapai karunia dan pahala dari Allah.

Dalam hadits shahih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan ini, beliau bersabda.

“Artinya : Sunnguh mengagumkan perihal mu’min. Semua hal yang dialaminya adalah baik. Jika ia mendapat hal yang menyenangkan, ia bersyukur. Maka hal itu menjadi suatu kebaikan baginya. Jika ia tertimpa hal yang menyakitkan, ia bersabar. Maka hal itu menjadi suatu kebaikan baginya. Sifat itu tidak dimiliki siapapun kecuali oleh seorang mu’min” [Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Fathur Rabbani Lil Tartibi Musnadil Imam Ahmadabni Hanbal AS-Syaibani, Kitab Al-Qadar. Muslim, Shahih Muslim, Kitan Az-Zuhud Wa Ar-Raqaiq]

Rasulullah menerangkan bahwa keberuntungan, nilai kebaikan dan buah prilaku mu’min berlipat ganda pada saat mengalami kesenangan ataupun cobaan. Oleh sebab itu, bisa jadi anda jumpai dua orang yang sama-sama mengalami ujian berupa keberuntungan dan bencana. Namun, antara satu dan yang lain berbeda jauh dalam menghadapi ujian itu, sesuai dengan kadar iman dan amal shalih yang ada pada diri masing-masing.

Orang yang beriman dan melakukan amal shalih menghadapi keberuntungan dengan rasa syukur dan sikap prilaku yang membuktikan kesungguhan syukur itu, dan menghadapi bencana dengan bersabar dan bersikap prilaku yang membuktikan kesungguhan kesabaran itu. Dengan demikian, hal itu dapat membuahkan di hatinya kesenangan kegembiraan dan hilangnya kegundahan, kesedihan, kegelisahan, kesempitan dada dan kesengsaraan hidup. Selanjutnya, kehidupan bahagia akan benar-benar menjadi realita baginya di dunia ini.

Sedangkan yang lain menghadapi kesenangan hidup dengan kcongkakan, kesombongan dan sikap melampui batas. Lalu, melencenglah moralnya. Ia menyambut kesenangan hidup seperti halnya binatang yang menyambut kesenangan dengan serakah dan rakus. Seiring itu, hatinya tidak tenteram. Bahkan, hatinya bercerai berai oleh berbagai hal. Hatinya bercerai-berai oleh kekhawatirannya terhadap sirnanya segala kesenangan dan banyaknya benturan-benturan yang pada umumnya, muncul sebagai dampaknya. Harinya bercerai berai tak menentu, karena memang hasrat jiwa tidak mau berhenti pada suatu batas. Bahkan, terus gandrung kepada keinginan-keinginan lain, yang kadangkala dapat terwujud dan kadangkala tidak dapat terwujud.

Andaikan di bayangkan dapat terwujud, ia pun tetap gelisah oleh hal-hal tadi. Ia pun menyambut cobaan yang sulit dengan rasa gelisah, keluh kesah, khawatir dan gusar. Tidak usah anda bertanya tentang dampak buruk dari itu semua, yang berupa kesengsaraan hidup, teridapnya penyakit jiwa maupun syaraf dan rasa kekhawatiran bercampur ketakutan yang bisa jadi, pada gilirannya akan menyeret ke kondisi yang paling buruk dan malapetaka yang paling mengerikan. Karena ia tidak mempunyai harapan pada pahala Ilahi dan tidak memiliki kesabaran yang mampu melipur hatinya dan meringankan beban yang dirasakannya.

(Disalin dari kitab Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa'idah, edisi Indonesia Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penulis Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Nashir As-Sa'di, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin Ma'ruf, Diterbitkan Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta)